Senin, 05 Desember 2016

Tokoh Filsuf

Assalammualaikum semuanya!
Jumpa lagi dengan entri baru saya Tamara. Saya akan berbagi ilmu pengetahuan serta menjalankan tugas dari salah satu mata kuliah filsafat;D yaitu tentang pendapat-pendapat tokoh eksistensialisme.


Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. 

1.     Soren Aabye Kierkegaard

Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855) lahir di Kopenhagen, Denmark. Ia lahir ketika ayahnya berumur 56 tahun dan ibunya 44 tahun. Ia mulai belajar teologi di Universitas Kopenhagen. Ia menentang keras pemikiran Hegel yang mendominasi di Universitas tersebut. Dalam kurun waktu ini ia apatis terhadap agama, ingin hidup bebas dari lingkungan aturan agama. Setelah mengalami masa krisis religius, ia kembali menekuni ilmu pengetahuan dan menjadi Pastor Lutheran.
Ide-ide pokok Soren Kierkegaard adalah sebagai berikut :
a.       Tentang manusia
Kierkegaard menekankan posisi penting dalam diri seseorang yang bereksistensi bersama dengan analisisnya tentang segi-segi kesadaran religius seperti iman, pilihan, keputusasaan, dan ketakutan. Pandangan ini berpengaruh luas sesudah tahun 1918, terutama di Jerman. Ia mempengaruhi sejumlah ahli teologi protestan dan filsuf eksistensial termasuk Barh, Heidegger, Jaspers, Marcel, dan Buber.
Alur pemikiran Kierkegaard mengajukan persoalan pokok dalam hidup; apakah artinya menjadi seorang kristiani? Dengan tidak memperlihatkan wujud secara umum, ia memperhatikan eksistensi orang sebagai pribadi. Ia berpendapat bahwa  musuh bagi agama Kristen ada dua, yaitu filsafat Hegel yang berpengaruh pada saat itu. Baginya, pemikiran abstrak, baik dalam bentuk filsafat Descrates atau Hegel akan menghilangkan personalitas manusia dan membawa kita kepada kedangkalan makna kehidupan. Dan yang kedua adalah konvensi, khususnya adat kebiasaan jemaat gereja yang tidak berpikir secara mendalam, tidak menghayati agamanya, yang akhirnya ia memiliki agama yang kosong dan tak mengerti apa artinya menjadi seorang kristiani.
Kierkegaard bertolak belakang dengan Hegel. Keberatan utamanya yang diajukan adalah karena Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena ia (Hegel) mengutamakan idea yang sifatnya umum. Menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai sesuatu “aku umum”, tetapi sebagai “aku individual” yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam suatu yang lain. Kierkegaard sangat tidak suka pada usaha-usaha untuk menjadikan agama kristen sebagai agama yang masuk akal (reasonable) dan tidak menyukai pembelaan terhadap agama kristiani yang menggunakan alasan-alsan objektif. Penekanan Kierkegaard terhadap dunia kristiani, khususnya gereja-gerejanya, pendeta-pendetanya, dan ritus-ritus (ibadah-ibadah)nya yang sangat mistis. Dia tidak menerima faktor perantara seperti pendeta, sakramen, gereja yang menjadi penengah antara seorang yang percaya Tuhan Yang Maha Kuasa.
b.      Pandangan tentang eksistensi
Kierkegaard mengawali pemikiranya bidang eksistensi dengan mengajukan pernyataan ini; bagi manusia yang terpenting dan utama adalah keadaan dirinya atau eksistensi dirinya. Eksistensi manusia bukanlah statis tetapi senantiasa menjadi, artinya manusia itu selalu bergerak dari kemungkinan kenyataan. Proses ini berubah, bila kini sebagai sesuatu yang mungkin, maka besok akan berubah menjadi kenyataan. Karena manusia itu memiliki kebebasan, maka gerak perkembangan ini semuanya berdasarkan pada manusia itu sendiri. Eksistensi manusia justru terjadi dalam kebebasannya. Kebebasan itu muncul dalam aneka perbuatan manusia. Baginya, bereksistensi berarti berani mengambil keputusan yang menentukan hidupnya. Konsekuensinya, jika kita tidak berani mengambil keputusan dan tidak berani berbuat, maka kita tidak bereksistensi dalam arti sebenarnya. Kierkegaard membedakan tiga bentuk eksistensi, yaitu estetis, etis, dan religius.
2.     Friedrich Nietzsche
Friedrich Nietzsche lahir pada 15 oktober 1844 di Rocken-bei-Lutzen, kerajaan Prusia. Ia merupakan seorang putra dari pendeta Lutheran Carl Ludwig Nietzsche (1813-1849) dan Franziska. Ia memiliki nama lajang Oehler (1826-1897). Ia diberi nama tersebut untuk menghormati kaisar Prusia Friedrich Wilhelm IV yang memiliki tanggal lahir yang sama. Adik perempuannya Elisabeth dilahirkan pada 1846. Setelah kematian ayahnya pada tahun 1849 serta adik laki-lakinya Ludwig Joseph (1848-1850), keluarga ini pindah ke Naumburg dekat Saale.
Dari segi lain terdapat perbedaan tajam, yaitu Nietzsche menyerang agama kristen dan mengatakan “Tuhan telah mati”. Ia mengatakan bahwa agama kristen adalah mush akal dan problemnya adalah bagaimana caranya hidup sebagai seorang atheis. Tekanannya adalah kepada kehidupan insting dan kekuasaan yang menurutnya telah diubah oleh kebudayaan yang hanya ingin menyenangkan orang banyak. Ia mengakui, keinginan untuk berkuasa sebgai perubahan manusia yang pokok. Ia mengatakan harus ada perubahan nilai-nilai (transvalution off all values).
Selama ke abad 19, aliran eksistensialis tetap tinggal sebagai bagian dari filsafat “underground”, tetapi setelah perang dunia pertama aliran ini mengebrak aliran rasionalisme dari kebudayaan barat dan menemukan lingkungannya.
3.     Martin Hiedegger

Martin Hiedegger adalah seorang filsuf Jerman yang karyanya terkait dengan Fenomenologi dan Eksistensialisme. Heidegger lahir pada tanggal 26 september 1889 di Messkirch, Jerman.
Masalah “berada” hanya dapat dijawab melalui ontologi yaitu jika masalah ini dihubungkan dengan manusia dan dicari artinya dalam hubungan itu. Harus dibedakan “berada” (sein) dan “yang berada” (seinde). Uangkapan “yang berada” (seinde) hanya berlaku bagi benda-benda yang bukan manusia dan bila dipandang terpisah dari segala yang lain, hanya berdiri sendiri. Benda itu hanya berarti jika dihubungkan dengan manusia, jika manusia “memeliharanya”.
Manusia memang berdiri sendiri, akan tetapi ia mengambil tempat di tengah-tengah dunia sekitarnya. Ia tidak termasuk “yang berada” tetapi ia “berada”. Keberadaan manusia ini disebut “desein” berada disana, ditempat. Berada berarti menempati atau mengambil tempat. Untuk itu manusian harus keluar dari dirinya dan berdiri ditengah segala “yang berada”.  “Dasein” manusia disebut juga eksistensi.
4.     Jean Paul Sartre
Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir di Paris tahun 1905, kemudian belajar di Ecole Normale Superieure 1924-1929 dan menjadi professor Filsafat di Le Havre pada 1931.
Ia menyajikan filsafat dalam bentuk roman dan pentas dalam bahasa yang mampu menamampakkan maksudnya, dengan demikian filsafat eksisstensialisme dihubungkan dengan hidup yang kongkrit ini. Hasil karyanya yang utama adalah “being and nothingness” (1943). Dalam diri (L’entre-en-soi) dan “ber-ada-untuk-diri” (L’entre-pour-soi).
a)      Berada dalam diri (L’entre-en-soi) adalah semacam berada sendiri. Filsafatnya berpangkal dari realitas yang ada, karna realitas yang ada itulah yang kita hadapi,kita tangkap, kita mengerti.
b)      Berada untuk diri (L’entre-pour-soi) adalah  berada yang sadar akan dirinya, yaitu cara berada manusia. Ada dua peniadaan yaitu : Peniadaan lahiriah (negation externe) dan Peniadaan batiniah (negation interne). Peniadaan ini terjadi terus menerus, dan ini mengakibatkan manusia berbuat, dan tiap perbuataanya adalah perpindahan, dari semula menuju ke apa yang didepannya, ini adalah meniadakan masa lampau dan berusaha mencapai yang “belum ada” atau pada waktu itu “tidak ada”.

Sampai disini dulu entri blog saya semoga bermanfaat dan dapat membantu kita semua yaa. Terimakasih!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar